OVERVIEW EKONOMI ISLAM
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Ekonomi Islam sebagai tugas prasyarat Mata Kuliah
Dosen Pengampu :
Maman Rahman Hakim, SE.I, MM
Disusun oleh :
Dini Utami 111401500000
Evi Lutfiah 11140150000043
Jafar Sidiq 11140150000080
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN
SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
A. Definisi Ekonomi Islam
Secara bahasa Ekonomi berasal dari bahasa Yunani kuno
(Greek) yaitu oicos dan nomos yang berarti rumah dan aturan
(mengatur urusan rumah tangga), sedangkan menurut istilah ekonomi berarti
aturan-aturan untuk menyelenggarakan kebutuhan hidup manusia dalam rumah tangga
baik dalam rumah tangga rakyat maupun dalam rumah tangga negara. Para pakar
ekonomi mendefinisikan ekonomi sebagai suatu usaha untuk mendapatkan dan
mengatur harta baik material maupun non-material dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidup manusia, baik secara individu maupun kolektif, yang menyangkut
perolehan, pendistribusian ataupun penggunaan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Ekonomi juga diartikan sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam
hubungannya dengan pemanfaatan sumber-sumber produktif yang langka untuk
memproduksi barang-barang dan jasa-jasa
serta mendistribusikannya untuk dikonsumsi. Jadi ekonomi bisa diartikan
usaha-usaha atau cara-cara manusia untuk memenuhi kebutuhannya yang tidak
terbatas dengan sumber daya yang terbatas.
Dalam
bahasa Arab, ekonomi dinamakan al-mu’amalah
al-maddiyah, yaitu aturan-aturan tentang pergaulan dan perhubungan manusia
mengenai kebutuhan hidupnya. Disebut juga al-iqtishad,
yaitu pengaturan soal-soal penghidupan manusia dengan sehemat-hematnya dan
secermat-cermatnya. Secara istilah ada bebrapa pendapat dari para ahli Ekonomi
Islam. Menurut Mohammad Nejatullah Siddiqi, Ekonomi Islam adalah jawaban dari
pemikir Muslim terhadap tantangan-tantangan ekonomi pada zamannya. Dalam upaya
ini mereka dibantu oleh Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, akal pikiran dan pengalaman.
Definisi yang hampir sama dikemukakan oleh M.M Metwally bahwa Ekonomi Islam
adalah ilmu yang mempelajari perilaku Muslim(orang yang beriman) dalam suatu
masyarakat Islam yang mengikuti Al-Qur’an, Hadits Nabi, ijma’, dan qiyas. Louis
Cantoni, sebagaimana dikutip oleh M. Umer Chapra, menyatakan bahwa Ekonomi
Islam pada hakikatnya adalah suatu upaya untuk memformulasikan suatu ilmu
ekonomi yang berorientasi kepada manusia dan masyarakat yang tidak mengakui
individualisme yang berlebih-lebihan sebagaimana dalam ekonomi klasik. Menurut
S.M Hasanuzzaman, Ilmu Ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi dari
anjuran atau syariah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh sumber-sumber
daya materil sehingga tercipta kepuasan manusia dan memungkinkan mereka
menjalankan perintah Allah dan mengikuti aturan masyarakat[1].
Jadi Ekonomi Islam adalah suatu ilmu ekonomi yang diterapkan masyarakat Muslim
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan berorientasi pada Al-Qur’an, Hadis, ijma’ dan qiyas sebagai dasar hukumnya.
B. Hakikat dan Dasar Ekonomi Islam
Dalam
ajaran Islam, aktivitas ekonomi tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai dasar
yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an, Hadis Nabi, dan sumber-sumber ajaran
Islam lainnya. Islam sarat dengan nilai-nilai yang mendorong manusia untuk
membangun ekonomi mereka yang tercermin dalam anjuran disiplin waktu,
memelihara harta, nilai kerja, meningkatkan produksi, menetapkan konsumsi, dan
juga perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan. Asumsi dasar atau norma pokok
dalam proses maupun interaksi kegiatan ekonomi adalah syariat Islam yang di
berlakukan secara menyeluruh (kaffah) baik
terhadap individu, keluarga, masyarakat, pengusaha, atau pemerintah dalam
memenuhi kebutuhan hidup baik untuk keperluan jasmani maupun rohani. Jika
diperhatikan beberapa definisi di atas terlihat bahwa prinsip ekonomi Islam
adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga kelestarian
lingkungan alam. Motif ekonomi Islam adalah mencari keberuntungan di dunia dan
akhirat oleh manusia selaku khalifah Allah dengan jalan beribadah dalam arti
luas (‘ibadah ghayr mahdhah).
Menurut
Rasulullah SAW, suatu usaha untuk mendapatkan, mendistribusikan, dan mengatur
harta harus dilakukan secara benar dan diperlakukan keahlian memadai untuk
melakukannya. Berkenaan dengan pengelolaan harta dan pemanfaatan ilmu,
Rasulullah pernah menyatakan bahwa seseorang tidak boleh iri kecuali dalam dua
hal, yaitu bagi orang yang mendistribusikan hartanya dengan benar dan orang
yang mengamalkan ilmu dan mengajarkannya. Rasulullah bersabda:
سَمِعْتُ
عَبْدَاللهِ بْنَ مَسْعُوْدٍ يَقُوْلُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم
“لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتاَهُ اللهُ مَالاً، فَسَلَّطَهُ
عَلَى هِلْكَتِهِ فِي الْحَقِّ. وَرَجُلٌ آتاَهُ اللهُ حِكْمَةً، فَهُوَ يَقْضِي
بِهَا وَيُعَلِّمُهَا”.
Hadits riwayat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu’anhu, ia
berkata :
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: “Tidak
boleh hasad (iri) kecuali pada dua hal, (pertama) kepada seseorang yang
dikaruniai Allah harta, lalu ia membelanjakannya dalam kebenaran, (dan yang
kedua) kepada seseorang yang diberi Allah hikmah (ilmu), dan ia memberi
keputusan dengan ilmu tersebut dan mengajarkannya.”
Sebagaimana
ekonomi konvensional, Ekonomi Islam juga membicarakan aktifitas manusia dalam
memperoleh dan mengatur harta baik materil maupun non-materil dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara individu maupun secara kolektif yang
menyangkut perolehan, pendistribusianataupun penggunaan untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka. Hanya saja dalam Ekonomi Islam, segala aktivitas ekonomi
tersebut harus didasarkan pada norma dan aturan yang terdapat dalam Al-Qur’an,
Hadis, ijma’, qiyas dan sebagainya.
Letak hakikat Ekonomi Islam yang
terlihat pada ciri khasnya yang berorientasi pada sumber-sumber ajaran Islam
tersebut serta maqashid al-syari’ah umumnya
yang bertujuan merealisasikan kesejahteraan manusia dengan terealisasinya
keberuntungan (falah) dan kehidupan
yang baik (hayah thayibah) dalam bingkai
aturan syariah yang menyangkut pemeliharaan keyakinan, jiwa atau kehidupan,
akal pikiran, keturunan dan harta kekayaan melalui suatu alokasi dan distribusi
sumber-sumber daya, menciptakan keseimbangan makroekonomi dan ekologi,
memperkuat solidaritas keluarga dan sosial serta jaringan masyarakat, dan
menciptakan keadilan terutama dalam distribusi.
Al-Qur’an merupakan petunjuk yang
tidak diragukan kebenarannya bagi umat islam dalam mengatur kehidupan mereka di
dunia, termasuk bidang ekonomi. Allah Swt Berfirman:
ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَ
”Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya;
petunjuk bagi orang yang bertakwa” (QS. Al-Baqarah:2).
Aktivitas
ekonomi diatur dalam Al-Qur’an, misalnya tentang jual beli (perdagangan) yang
harus dilakukan secara suka sama suka, tidak boleh dengan cara yang batil
termasuk intimidasi, eksploitasi, dan pemaksaan. Dalam Al-Qur’an Allah
berfirman:
يأيها
الذين آمنوا لا تأكلوا اموالكم بينكم بالباطل الا ان تكون تجارة عن تراض منكم... (
النساء 29 )
Hai
orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan harta sesama kamu dengan jalan
yang salah, melainkan dengan perniagaan diatas sukarela satu sama lain…(QS
4:29)
فَإِذَا قُضِيَتِ
الصَّلاَةُ فَانْتَشِرُوا فِي اْلأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللهِ وَاذْكُرُوا
اللهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Apabila
telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Q.S. Al-Jumu’ah/62: 10).
وَلْيَخْشَ
الَّذِيْنَ لَوْتَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ
فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا
“Dan hendaklah takut (kepada Allah)
orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang
mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) nya. Oleh sebab itu,
hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan
tutur kata yang benar. (An-Nisa/4:9).”
Sunah atau Hadis Nabi
merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an, sebagaimana dipraktikan
pada masa Nabi dan masa-masa berikutnya, umat Islam mempunyai konsep ekonomi
yang khas jika dibandingkan dengan konsep ekonomi lain baik kapitalis maupun
sosialis. Meskipun Rasulullah tidak diutus sebagai ahli ekonomi, tetapi sebagai
Rasul yang menjadi suri tauladan bagi umatnya bidang ekonomi juga tersentuh
oleh ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW sebagaimana bidang-bidang lain
seperti akidah, ibadah, etika, sosial, kenegaraan, dan hukum. Dalam Al-Qur’an
dan Hadis Nabi terdapat banyak ajaran yang berkaitan dengan bidang ekonomi.
Berdasar kepada dua sumber tersebut, para ulama berijtihad menetapkan hukum dan
konsep tentang ekonomi sehingga munculah aturan-aturan yang berkenaan dengan
bidang tersebut, seperti fiqh muamalah dan al-iqtishad fi
al-islam (ekonomi Islam).
Disamping Al-Qur’an dan Sunnah, sumber inspirasi ekonomi
Islam adalah ijma’. Ijma’ merupakan kesepakatan dari para mujtahid dalam
satu masa setelah beliau wafat untuk menetapkan hukum syara’.keberadaan ijma’
merupakan solusi yang ampuh dalam memecahkan persoalan kepercayaan dan praktik
yang rumit kaum Muslimin pada suatu masa tertentu termasuk dalam bidang ekonomi
karena dengan kesepakatan itu, perpecahan pendapat dapat di hindari dan umat
Muslim tinggal menjalankan hasil kesepakatan tersebut karena memiliki
keshahihan dan daya fungsional yang tinggi[2].
Dengan demikian, ekonomi Islam tidak dapat di pisahkan dari nilai-nilai yang
mendasarinya, yaitu Al-Qur’an, Hadis, ijma’, qiyas dan sebagainya. Karena
sebab itulah ilmu ekonomi Islam menjadi khas karena berpedoman pada
ajaran-ajaran Islam.
1. . Hadis Tentang Nilai Dasar Ekonomi Islam
Nilai-nilai dasar ekonomi antara lain dijelaskan dalam Hadis Nabi yang
diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudzri yang menjelaskan tentang pedagang yang
jujur dan terpercaya dalam melakukan aktivitas ekonomi sehingga tidak melakukan
penipuan terhadap konsumen. Kejujurann merupakan integritas pribadi yang harus
dimiliki oleh setiap muslim, termasuk para pebisnis dan pengusaha karena dengan
kejujuran segala aktivitas ekonomi akan berjalan dengan lancar dan tanpa ada
pihak-pihak yang dirugikan. Pedagang yang jujur disamping mendapatkan laba dan
kehidupan yang berkah di dunia, di akhirat kelak mereka akan bersama para Nabi,
orang-orang yang jujur dan orang-orang yang mati syahid, sebagaimana sabda Nabi
berikut:
عن عبد الله بن عمر رضي الله
عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: « التَّاجِرُ الأَمِينُ الصَّدُوقُ
الْمُسْلِمُ مَعَ الشُّهَدَاءِ – وفي رواية: مع النبيين و الصديقين و الشهداء –
يَوْمَ الْقِيَامَةِ » رواه ابن ماجه والحاكم والدارقطني وغيرهم
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhu bahwa
Rasuluillah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang pedagang muslim yang
jujur dan amanah (terpercaya) akan (dikumpulkan) bersama para Nabi, orang-orang
shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat (nanti).”
Hadis ini menunjukkan besarnya keutamaan seorang pedagang
yang memiliki sifat-sifat ini, karena dia akan dimuliakan dengan keutamaan
besar dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah Subhanahu
wa Ta’ala, dengan dikumpulkan bersama para Nabi, orang-orang
shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat. Imam ath-Thiibi
mengomentari hadis ini dengan mengatakan, “Barangsiapa yang selalu mengutamakan
sifat jujur dan amanah, maka dia termasuk golongan orang-orang yang taat
(kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala); dari
kalangan orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid, tapi barangsiapa
yang selalu memilih sifat dusta dan khianat, maka dia termasuk golongan
orang-orang yang durhaka (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala);
dari kalangan orang-orang yang fasik (buruk/rusak agamanya) atau pelaku maksiat”[3].
Dalam ekonomi Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, amanah,
ketuhanan, kenabian dan pertanggung jawaban. Nilai kejujuran akan membawa
seseorang pada kebajikan. Orang yang selalu berbuat jujur, niscaya hidupnya
akan selalu diliputi dengan sikap dan perikaku baik karena dia tidak menipu
dirinya maupun orang lain. Rasulullah melarang segala bentuk aktivitas ekonomi
yang mengandung unsur penipuan karena dapat merugikan dan melanggar hak asasi
jual beli.
Disamping jujur, sikap amanah juga
sangat dianjurkan dalam aktivitas ekonomi. Kejujuran dan amanah mempunyai
hubungan yang erat karena orang yang jujur selalu bersikap amanah atau dapat
dipercaya sebagai mana firman Allah yang memerintahkan umat manusia menunaikan
amanat kepada yang berhak.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ
إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ
“ Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil ”. (Q.S an-Nisa:58).
Konsep ketuhanan dalam
ekonomi islam secara sederhana dapat digambarkan bahwa tujuan Allah menciptakan
manusia dimuka bumi tidak lain adalah untuk beribadah kepada-Nya. Sebagaimana
dijelaskan dalam surat adz-Dzariyat ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku, (Qs. Ad-Dzariyat: 56).
Dalam nilai kenabian, ada beberapa model
perilaku ekonomi yang dicontohkan Nabi, misalnya cara menjual barang yang
benar, melakukan gadai, berserikat dalam bisnis, dan sebagainya juga pandangan
Nabi terhadap harta dan kekayaan. Menurut Rasulullah kekayaan yang sebenarnya
itu adalah kekayaan jiwa karena jika seseorang kaya jiwanya maka akan berlapang
dada meskipun tak ada sepeser uang pun dalam genggamannya. Rasulullah bersabda:
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا أَبُو حَصِينٍ عَنْ
أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى
غِنَى النَّفْسِ
Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta,
akan tetapi kekayaan itu adl kaya hati. [HR. Bukhari No.5965].
Selanjutnya,
segala aktivitas ekonomi hendaklah dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
Tanggung jawab muncul karena manusia adalah makhluk mukalaf, yaitu makhluk yang
diberi beban hukum berbeda dengan makhluk lain seperti binatang dan
tumbuh-tumbuhan[4].
Sebagaimana sabda Rasulullah berikut:
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ
مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ
رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ
رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ قَالَ وَحَسِبْتُ أَنْ
قَدْ قَالَ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي مَالِ أَبِيهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Dari 'Abdullah
bin 'Umar berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan
dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang
akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin
dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah
pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung
jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin
dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan
tanggung jawabnya tersebut.\" Aku menduga Ibnu 'Umar menyebutkan:
"Dan seorang laki-laki adalah pemimpin atas harta bapaknya, dan akan dimintai
pertanggung jawaban atasnya. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin
akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya."(Hr Bukhari).
2. Nilai-nilai Dasar dalam Ekonomi
Islam
Nilai
dasar ekonomi Islam berbeda dengan nilai dasar kapitalis dan sosialis. Ekonomi
kapitalis berdasar pada laisez-faire (kebebasan mutlak) sebagai ideologi
dasarnya. Nilai dasar tersebut kemudian membentuk nilai-nilai dasar masyarakat
kapitalis klasik berupa kepemilikan pribadi (private property), motif
mencari laba (the profit motive), dan persaingan bebas (free
competition). Pada masa modern, nilai-nilai dasar ekonomi kapitalis adalah
penumpukan modal (capital accumulation), penciptaan kekayaan (the
creation of wealth), dan ekspansi (expansionism). Nilai-nnilai
tersebut didasarkan pada pandangan Adam Smith yang menekankan pada sistem
ekonomi pasar atau sering disebut juga ekonomi liberal. Adapun nilai dasar
ekonomi sosialis didasarkan pada konsep sosialisme Karl Marx sebagai antitesis
dari konsep kapitalisme yang menyatakan bahwa produksi berlebihan (over
production), tingkat konsusmi yang rendah (under comsumtion),
disproporsi, eksploitasi dan alineasi yang dialami kaum buruh dapat menciptakan
suatu kondisi yang memaksa terjadinya revolusi sosial untuk menumbangkan
kapitalis. Nilai dasar ekonomi sosial yang membatasi kepemilikan pribadi dengan
sangat ketat dapat melanggar hak asasi dan menghalangi terjadinya kreativitas
dan produktivitas yang sehat.
Berbeda
dengan nilai dasar yang dianut oleh kedua sistem ekonomi tersebut, ekonomi
islam sejak awal merupakan formulasi yang didasarkan pada pandangan islam
tentang hidup dan kehidupan yang mencakup segala hal yang diperlukan untuk
merealisasikan keberuntungan (fallah) dan kehidupan yang baik (hayyah
thayibah) dalam bingkai aturan syariah yang menyangkut pemeliharaan
keyakinan, jiwa atau kehidupan,akal pikiran, keturunan dan harta kekayaan. Dalam Islam, ekonomi tidak boleh
didominasi oleh satu golongan tertentu sebagaimana dalam kapitalisme ataupun
oleh pemerintak yang otoriter sebagaimana dalam sosialisme. Dengan tegas Allah
berfirman dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ
فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ
وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ ۚ
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ
وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Apa
saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta
benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk
Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang
dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya
saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa
yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS. al-Hasyr:7)
Di
kalangan ilmuan Muslim terjadi perbedaan pendapat tentang nilai-nilai dasar
itu, meskipun sesungguhnya mereka mengarah pada muara yang sama. Menurut
Adiwarman Karim, ada lima nilai dasar ekonomi islam yaitu tawhid (keimanan),
‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah
(pemerintahan), dan ma’ad (kembali/hasil). Kelima nilai ini menjadi
inspirasi untuk menyusun proporsi-proporsi dan teori-teori ekonomi islam.
Menurut Khurshid Ahmad, nilai-nilai dasar ekonomi Islam dan sekaligus sebagai
landasan filosofis untuk pengembangan ekonomi Islam adalah tawhid (keesaan
dan keagungan tuhan), rububiyyah (pengaturan Tuhan akan sumber alam), khilaffah
(pemerintahan), dan tazkiyyah (kebersihan, kesucian, dan
pengembangan). Selanjutnya nilai-nilai dasar ekonomi islam dijelaskan sebagai
berikut:
a.
Ketuhanan (Keimanan/Tauhid)
Nilai dasar ekonomi Islam yang
berfalsafah tauhid terlihat antara lain pada konsep kepemilikan (ownership)
dan keseimbangan (equilibrium). Konsep kepemilikan dalam ekonomi islam
terletak pada pemanfaatan nya bukan menguasai secara mutlak terhadap
sumber-sumber ekonomi, berbeda dengan kapitalis di mana terdapat kepemilikan
mutlak individu terhadap sumber ekonomi. Islam menyatakan bahwa pemilik mutlak
sumber-sumber ekonomi hanyalah Allah, Dia-lah pemilik segala yang ada di langin
dan dibumi. Allah berfirman:
لِلَّهِ مَا فِي
السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ
تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ ۖ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ
مَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
"Kepunyaan
Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu
melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah
akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah
mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya;
dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al-Baqarah:284).
Manusia hanya memiliki hak manfaat dari
sumber-sumber ekonomi. Menurut Islam, harta tidak lebih dari karunia yang
dititipkan kepada manusia. Manusia hanyalah makhluk yang menjadi pengelola
harta tersebut bukan memilikinya secara penuh. Pada harta titipan tersebut ada
hak orang lain yang harus diberikan. Harta tidak lebih dari ujian apakah pemiliknya
dapat mensyukuri nya atau tidak.
b.
Kenabian (Nubuwwah)
Kenabian merupakan sifat yang diberikan
Allah kepada manusia pilihan-Nya karena memiliki keistimewaan dan kemampuan
khusus yang tidak dimiliki manusia lain berupa wahyu dan mukjizat yang
membuktikan kebenaran ajaran yang mereka bawa. Nabi Muhammad SAW mempunyai
sifat-sifat kemanusiaan yang sempurna seperti kejujuran, kesabaran, keberanian,
kebijaksanaan, dan berbagai perilaku terpuji lain. Nilai-nilai luhur dan
kepribadian beliau itu diajarkan dan dijadikan suri tauladan bagi umat Muslim.
Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang yang dalam praktik ekonominya selalu
memperhatikan hubungan harmonis antara pedagang dan konsumen. Hal ini terlihat
pada sikapnya yang tidak pernah bersitegang dengan para pembeli. Semua orang
yang berhubungan dengannya selalu merasa senang, puas, yakin, dan percaya akan
kejujurannya. Nilai-nilai dasar ekonomi dalam konsep nubuwwah terlihat
pada sifat-sifat wajib bagi rasul yang empat yaitu shidiq (benar dan
jujur), amanah (dapat dipercaya), fathanah (cerdas), dan tabligh
(menyampaikan ajaran islam).
c.
Pemerintahan (Khilafah)
Menurut M. Umer Chapra, ada empat faktor
yang terkait dengan khilafah dalam hubungannya dengan ekonomi Islam, yaitu universal
brotherhood (persaudaraan universal), resource are a trust (sumber
daya alam merupakan amanat), humble life style (gaya hidup sederhana),
dan human freedom (kemerdekaan
manusia). Keempat faktor ini merupakan penyangga khilafah sebagai wahana untuk
mencapai kesejahteraan kehidupan dunia dan kesejahteraan di akhirat.
Persaudaraan universal yang melibatkan seluruh umat manusia karena setiap orang
adalah khalifah Allah di muka bumi tanpa membedakan suku, bangsa, atau negara
asal. Persaudaraan ini membawa pada kesamaan derajat sosial (social equity)
dan kehormatan umat manusia (dignity of all human beings)
d.
Keadilan (‘Adl)
Menurut M. Umer Chapra, keadilan dalam
bidang ekonomi menyangkut empat hal, yaitu need fulfilment (pemenuhan
kebutuhan), respectable source of earning (sumber penghasilan yang
terhormat), equitable distribution of
income and wealth (distribusi penghasilan dan harta yang berkeadilan), dan growth
and stability (perkembangan dan stabilitas). Implikasi logis dari
persaudaraan dan penggunaan sumber daya alam secara amanah, sebagaimana
terlihat pada prinsip tauhid diatas, sumber daya harus dimanfaatkan untuk
memuaskan kebutuhan dasar setiap individu dan menempatkan setiap orang pada standar kehidupan yang manusiawi.
Status manusia sebagai khalifah menghendaki agar ia memperoleh harta untuk
memenuhi kebutuhannya dengan cara yang benar dan berhak mendapatkan penghasilan
dan harta secara adil tanpa penindasan dan tekanan dari pihak manapun. Keadilan
dapat menghasilkan keseimbangan dalam perekonomian dan meniadakan kesenjangan
antara pemilik modal (orang kaya) dengan pihak yang membutuhkan (orang miskin).
Walaupun tentunya Islam tidak menganjurkan kesamaan ekonomi dan mengakui adanya
ketidaksamaan ekonomi antar orang perseorangan. Sebagai mana firman Allah dalam
surat az-Zukhruf:32.
أَهُمْ يَقْسِمُونَ
رَحْمَتَ رَبِّكَ ۚ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا ۚ وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ
بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا ۗ وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Apakah
mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian
mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat
mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan”. (QS. az-Zukhruf:32).
e.
Pertanggungjawaban (Ma’ad)
Segala sesuatu yang dilakukan manusia nantinya akan
dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Islam mengajarkan bahwa kehidupan
manusia di dunia ini hanya sementara, ada kehidupan sesudah kehidupan di dunia
ini. Karena itu, manusia hendaknya tidak menjadikan dunia sebagai tujuan pokok
dan segala-galanya karena di samping kehidupan dunia ada kehidupan lagi yang
lebih kekal. Konsep ma’ad
mengajarkan kepada manusia bahwa segala perbuatan yang mereka lakukan, apa pun
motifnya, akan mendapat balasan. Perbuatan baik (amal saleh) akan mendapat
balasan yang baik pula, yaitu dalam surga dan perbuatan kejahatan akan mendapat
balasan buruk dalam neraka. Dengan kata lain terdapat reward dan punishment
(pahala dan siksa) atas segala bentuk perbuatan manusia. Karena itu tidak
selayaknya jika manusia melakukan aktiviitas duniawi, termasuk bisnis,
semata-mata untuk mendapatkan keuntungan tanpa memperhatikan akibat negatif
dari aktivitas itu di akhirat kelak[5].
C.
Permasalahan Utama dalam Ekonomi
Dalam ekonomi konvensional, ilmu ekonomi merupakan studi tenttang
manusia, dimana terjadi pertentangan antara kebutuhan dan keinginan manusia
yang sifatnya tidak terbatas berbenturan dengan kapasitas sumber daya yang
terbatas. Oleh karenanya ekonomi hadir tentang bagaimana menggunakan atau
mengalokasikan sumber-sumber daya ekonomi yang terbatas jumlahnya tersebut
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sebaik-baiknya. Kebutuhan manusia meliputi
kebutuhan fisik dasar akan makanan, pakaian, keamanan, kebutuhan sosial serta
kebutuhan individu akan pengetahuan dan suatu keinginan untuk mengekspresikan
diri. Manusia mempunyai keinginan yang nyaris tanpa batas, tetapi sumber
dayanya terbatas.
Permintaan adalah keinginan manusia yang didukung oleh kemampuan
daya beli seseorang. Keinginan dapar berubah menjadi keinginan apabila disertai
daya beli, konsumen memandang produk sebagai kumpulan manfaat dan memilih
produk yang memberikan kumpulan terbaik untuk uang yang mereka keluarkan. Dalam
pandangan ekonomi konvensional “ ilmu ekonomi adalah studi tentang pemanfaatan
sumber daya langka atau terbatas untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak
terbatas. Dimana sumber daya alami terdiri atas sumber daya alam dan sumber
daya manusia. Sedangkan sumber daya buatan adalah modal dan pengusaha.
Bagi sebagian besar umat manusia yang hidup di dunia ini kelagkaan
merupakan hal yang nyata, sedangkan sumber daya yang tersedia untuk memenuhi
kebutuhan tersebut terbatas jumlahnya, tidak sebanding dengan besarnya
permintaan. Keterbatasan dalam melakukan pilihan tersebut secara tidak langsung
menunjukan akan timbulnya suatu biaya, hal ini dikenal dengan biaya peluang.
Setiap kali keterbatasab atau kelangkaan memaksa seseorang untuk menentukan
pilihan maka dia sedang menghadapi masalah biaya pelung.
Karena sumber daya terbatas, pilihan untuk memproduksi suatu barang
lebih banyak akan menurunkan produksi barang lain. Sehingga proses produksi
yang bisa dicapai adalah kombinasi berdasarkan sumber daya yang tersedia. Batas
kemungkinan produksi mengungkapkan tiga konsep, yaitu keterbatasan/kelangkaan,
pilihan, dan biaya peluang. Dari permasalahan utama mendasar itu, setiap
masyarakay menghadapi dan harus memecahkan tiga p0ermasalahan pokok ekonomi,
yaitu :
a.
Apa
yang harus diperoduksi dan dalam jumlah berapa barang tersebut diproduksi (What)
b.
Bagaimana
sumber-sumber ekonomi (faktor-faktor produksi) yang tersedia harus dipergunakan
untuk memproduksi barang-barang tersebut secara optimal (How).
c.
Untuk
siapa barang-barang tersebut di produksikan; atau bagaimana barang-barang
tersebut dibagikan diantara warga masyarakat (for whom ).
Masyarakat memecahkan ketiga permasalahan ekonomi pokok tersebut
dengan berbagai cara mulai dari kebiasaan, tradisi, insting, komando sampai
kepada mekanisme harga di pasar. Gerak harga dari setiap barang dan faktor
produksi bisa memecahkan ketiga maslaah ekonomi pokok dari masyarakat dengan
jalan:
1.
Bila
masyarakat menghendaki lebih banyak akan sesuatu barang, mka harga barang
tersebut akan naik sehingga penjual memperoleh keuntungan besar, selanjutnya
produsen akan memproduksi dengan kapasitas besar atas produknya. Akibat
peningkatan produksi maka total barang akan bertambah. barang akan semakin
ditingkatkan produksinya sampai dengan batas maksimal yang dapat diproduksi
sampai dengan batas maksimal dimana penawaran lebih tinggi dari permintaan,
maka harag barang tersebut akan menurun dan akhirnya produsen akan menurunkan
kapasitas produksinya. Proses sebaliknya akan terjadi bila harga turun maka
produsen akan menurunkan kapasitas produksinya sehingga total barang akan
berkurang. Jadi gerak harga-harga barang menentukan apa dan berapa setiap
barang akan tersedia di dalam masyarakat. ( Masalah What ).
2.
Bila
harga sesuatu faktor produksi naik maka produsen akan berusaha mengadakan penghematan
penggunaan faktor tersebut dan berusaha mencari barang subtitusi yang paling
efisien dalam produksinya sehingga bprodusen akan selalu mencari kombinasi
faktor produksi yang paling efisien dalam proses produksinya. Gerak harga
faktor produksi menentukan kombinasi optimal yang digunakan produsen dalam
proses produksinya. ( Masalah How ).
3.
Pola
distribusi penghasilan antarwarga masyarakat tidak hanya ditemukan oleh harga
faktor-faktor produksi saja, tetapi juga oleh pola kepemilikan. Semakin tepusat
suatu kepemilikan maka akan semakin terpusat pula distribusi barang-barang di
masyarakat. Gerak harga barang dan faktor produksi menentukan distribusi
barang-barang yang dihasilkan di dalam masyarakat antar warga masyarakat.
Meskipun dalam mekanisme harga yang dalm bahasa ekonomi dipengaruhi
oleh “invisible hand” tidak semuanya bisa dipecahkan oleh mekanisme harga
dipasar dalam kepentingan umat yang lebih besar lagi, yaitu :
a.
Distribusi
pendapatan
Mekanisme harag tidak selalu bisa menjamin dipecahkannya masalah
“For Whom” secara adil, sebab ada pihak yang semakin dirugikan oleh pihak lain.
Hal ini terkait dengan pola kepemilikan yang terjadi di masyarakat. Apabila hal
ini sepenuhnya dilepas menurut mekanisme harga yang terjadi maka akan dapat
menyebabkan pemusatan kekayaan kepada segelintir kelompok tertentu yang
memiliki akses modal lebih besar dan merugikan kelompok masyarakat lain yang
lemah. Sehingga tugas negara adalah untuk memastikan untuk tidak terjadinya
kesenjangan pendapatan di masyarakat.
b.
Ketidak sempurnaan pasar
Struktur pasar persaingan sempurnan sangartlah sulit untuk
ditemukan dalam kehidupan nyata. Harga yang seenuhnya diserahkan kepada
mekanisme pasar akan mengerucutkan kepada terjadinya ketidak sempurnaan pasar
karena struktur pasar yang paling banyak adalah struktur oligopoli. Dalam hal
ini masalah “What” dan “How” tidak terpecahkan dengan baik.
c.
Barang-barang
publik
Ada barang-barang yang hanya bisa disediakan secara kolektif oleh masyarakat
maupun pemerintah ( contoh: infrastruktur jalan, sarana publik, dll). Tidak
terdapat harga pasar barang- barang publik ini tidak apat disediakan swasta
karena secara ekonomi tidak mengutungkan. Hal ini menyebabkan barang-barang
publik harus disediakan oleh negara demi kesejahteraan masyarakat. Masalah
“What” untuk barang-barang publik ini tidak bisa dipecahkan dengan baik oleh
mekanisme haga.
d.
Eksternalitas
Mekanisme pasar kurang memperhatikan dampak-dampak yang ditimbulkan
baik itu eksternalitas positif ( contoh : pembangunan jalan menjadi suatu
daerah terbuka kegiatan perekonomian ) maupun eksternalitas negatif ( contoh:
polusi debu yang ditimbulkan akibat pembangunan suatu jalan tol ).
e.
Makro
Ekonomi
Mekanisme haraga pun seringkali tidk bisa diandalkan secara penuh
untuk menstabilakn gejolak nai turunnya kegiatan ekonomi secara total (
nasional atau makro). Masih dibutuhkan tindakan-tindakan dan kebijakan yang
harus dirumuskan dan dijalankan secara sadar, terstruktur, dan sistematis oleh
negara dalam bentuk suatu perencanaan pembangunan. Dalam prektiknya mekanisme
harga dan perencanaan digunakan secara bersama-sama.Adalah suatu kemustahilan
apabila mekanisme harga dan perencanaan menjadi suatu bagian terpisahkan, sebab
hal ini akan menjadikan perekonomian suatu negara menjadi terpuruk.
Ekonomi konvensional melihat ilmu sebagai suatu sekuler dan sama
sekali memasukan faktor X ( yaitu tuhan ) sedangkan ekonomi Islam ia dibangun
diatas prinsip-prinsip syariah. Sampai saat ini pemikiran para ekonomi muslim
kontenporer terbagi tiga mazhab:
Ø Mazhab Iqtishaduna
Mazhab ini
dipepulerkan oleh Baqir As-Sadr dengan bukunya Iqtishaduna. Mazhab ini
berpendapat bahwa ilmu ekonomi tida bisa berjalan seirama dengan Islam. Kedua
hal ini tdiak akan bisa disatukan karena berasal dari pengertian dan filosofi
yang berbeda. Menurut ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya
keinginan manusia yang tidak terbatas smentara sumber daya yang tersedia
terbatas, dimana faktor utama permasalahan ekonomi adalah masalah kelangkaan.
Mazhab ini menolak pernyataan ini, karena munurut Islam tidak mengenal adanya
sumber daya yang terbatas. Untuk memperkuat argumentasi mereka adalah Al-Qur’an
surah Al-Qamar ayat 49;
“Sesungguh telah kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya”
Menurut mereka,
keinginan manusia pun bersifat terbatas, contoh : manusia akan berhenti makan
bila sudah kenyang. Oleh karenanya, semua teori ekonomi konvensional ditolak
dan dibuang dan diganti teori baru yang disusun berdasarkan nash-nash Al-Qur’an
dan Sunnah.
Ø Mazhab Mainstream
Mazhab yang
lebih dikenal dengan mazhab mainstream ini justru setuju bahwa masalah ekonomi
muncul karena sumber daya yang terbatas yang dihadapkan pada keinginan manusia
yang tidak terbatas. Dalil yang dipakai adalah Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat
155.
“Dan
sesungguhnya akan kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekuranag
harta,jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira bagi orang-orang yang
sabar.”
Sedangkan
keinginan manusia yang tidak terbatas dianggap sebagai hal yangalamiah dan
besrifat sunatullah. Dalil yag dipakai adalah Al-Quran surat At-Takatsur ayat
1-5.
“Bermegah-megahan
telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke liang kubur, janganlah begitu, kela
kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu).”
Perbedaan
mazhab ini dengan ekonomi konvensional adalah dalam penyelesaian masalah
ekonomi tersebut. Dalam ekonomi konvensional penentuan skala prioritas
dilakukan berdasarkan selera pribadi masing-masing tidak peduli dengan norma
serta nilai agama ataukah tidak.sedangkan dalam ekonomi Islam, peenentuan
pilihan tidak bisa seenaknya saja, sebab semua sendi kehidupan kita telah
diatur oelh Al-Qur’an dan Sunnah.
Tokoh-tokoh
mazhab ini adalah Umer Chapra,Metwally,MA Mannan , MN Siddiqi, dan lain-lain. Salah
satu tokoh mazhab ini Umer Chapra mengatakan bahwa usaha pengembangan ekonomi
islam bukan berarti memusnahkan semua hasil analisis baik dan sangat berharga
yang telah dicapai oleh para ekonomi konvensional. Yang bermanfaat diambil,
yang tidak bermanfaat dibuang, sehingga terjadi suatu proses transfomermasi
keilmuan yang diterangi dan dipandu oleh prinsip-prinsip syariah Islam.
Ø Mazhab Alternatif-Kritis.
Mazhab ketiga dipelopori oleh Timur
Kuran, Jomo, Muhammad Arif, dll. Mazhab ini mengeritik kedua mazhab sebelumnya,
pertama dikritik sebagai mazhab yang berusaha untu menemukan suatu yang baru
pada hakikat aslinya sudah ditemukan oleh oleh orang lain. Menghancurkan teori
lama menggantikan dengan tori baru. Sedangkan mazhab kedua kritik sebagai
jiplakan dari ekonomi konvensional menghilangkan variabel riba dan memasukkan
variabel zakat serta niat.
Mazhab ketika ini merupakan mazhab
yang kritis, analisis kritis bukan saja harus dilakukan terhadap ekonomi
konvensional saja yang telah ada, tetapi juga te4rhadap ekonomi Islam itu
sendiri. Ekonomi Islam muncul sebagai tafsirran manusia atas Al-Qur’an dan
Sunnah, oleh ekonomi Islam harus selalu diuji kebenarannya agar ekonomi Islam
dapat muncul sebagi rahmatan lil-alamin di dunia ini.
D.
Rencang Bangun Ekonomi Islam
Dalam pembahasan tentang apa yang dimaksud dengan ekonomi Islam,
kita harus mengetahui terlebih dahulu menegnai ranncang bangun ekonomi islam[6].
Dengan mengetahui racang bangun ekonomi islam kita dapat memperoleh gambarab
utuh dan menuruh secara singkat tetnag ekonomi islam : terdiri atas atap,
tiang, dan landasan.
Landasan terdiri atas aqidah, adil, nubuwwa,khilafah, dan ma’ad.
Dimana dalam pembahasan ekonomi islam, ia berasal dari ontologi tauhid dan hal
ini menjadi prinsip utam dalam syariah karena kunci keimanan seseorang itu
dilihat dari tauhid yang dipegangnya. Setiap perilaku ekonomi manusia harus
didasarkan oleh prinsip-prinsip yang sesuai dengan ajaran islam yang berasal
dari Allah SWT. Setiap tindakan yang menyimpang dari syariah akan dilarang
menimbulkan kemudharatan bagi kehiduapan umat manusia individu maupun orang
lain. Tiga asas pokok setiap individu muslim :
1.
Dunia
dengan segala isinya adalah milik Allah dan berjalan menurut kehendak-Nya.
2.
Allah
adalah pencipta semua makhluk dan seluruhnya tunduk kepada-Nya.
3.
Iman
kepada hari kiamat akan mempengaruhi tingkah laku ekonomi manusia menurut
horizon waktu.
Adil disini mengandung makna bahwa dalam setiap aktivitas ekonomi
yang dijalankan tidak terjadi suatu tindakan yang menzalimi orang lain. Konsep
adil ini mempuyai dua konteks. Menurut konteks individual, janganlah dalam
aktivitas perekonomian sampai menyakit diri sendiri. Konteks sosial, dituntut
janagna sampai merugikan orang lain. Setiap aktivitas ekonomi yang dilkukan
oleh insan beriman haruslah adil. Keadilan mengandung maksud :
1.
Keadilan
berarti kebebasan yang bersyarat akhlak islam tidak hanya untuk segelongan
kecil namun keseluruhan lapisan.
2.
Keadilan
dalam prodksi dan konsumsi ialah panduan efisien daan memberntas pemborosan.
Nubuwwa ini kita dituntut untuk percaya dan yakin bahwa ilmu Allah
itu benar adanya dan akan membawa keselamatan dunia dan akhirat serta dapat
dijalankan oleh seluruh umat manusia dan bukan hanya oleh Nabi saja.islam
menyuruh kita untuk mematuhi pemimpin selama masih dalam koridor ajaran islam.
Negara memegang penting dalam mengatur segenap aktivitas dalam perekonomian,
regulasi dan aturan tetap dibutuhkan namun selama tidak bertentangan dengan
prinsip syariah. Peran negara adalah berupaya menegakan kewajiban dan keharusan
mencegah terjadinya hal-hal yang diharamkan.
Ma’ad atau return, dalam islampun diperbolehkan mengambil
keuntungan dalam melakukan aktivitas perekonomian, keuntungan merupakan salah
satu hal yang dianjurkan dlam suatu aktivitas ekonomi. Yang dilarang dalam
islam adalah mengambil keuntungan yang berlebihan apalagi sampai merugikan
orang banyak.
Sekarang kita membahas mengenai tiang dari ekonomi islam. Yang
terdiri atas multitype ownership (kepemelikan multijenis), kebebasan berusaha,
dan kesejahteraan sosial. Islam mengakui jenis-jenis kepemilikan beragam
berdasarkan batasan-batasan yang sesuai dengan ajaran islam. Islam mengakui
adanya kepemilikan pribadi namun tetap ada batasan-batasan syariat yang tidak
boleh dilanggar seperti : akumulas modal hanya menumpuk di sekelompok golongan
semata,. Kepemilikan pribadi dalam islam sangat dijunjung tinggi tetap ada
batasan agar tidak ada pihak lain yang drugikan. Pemilikan dalam ekonomi islam
adalah :
1.
Pemilikan
terletak pada kemanfaatan dan bukan menguasai secara mutlak terhadap
sumber-sumber.
2.
Pemilikan
terbatas seanjang usia hidup manusia di dunia, dan bila meninggal diberikan
kepada ahli waris ketentuan islam.
3.
Pemilikan
perorangan tidak diperbolehkan terhadap sumber-sumber ekonomi menyangkut
kepentingan umum atau hajat orang banyak.
Ekonomi silam setiap manusia bebas melakukan aktivitas ekonomi apa
saja, selam aktivitas ekonomi yang dilakukan bukan aktivitas ekonomi yang
dilarang dalam keranngka Islam. Dalam islam, walaupun harta yang kita dapat
berasal dari usaha sendiri secara halal, tetap saja terdapat gak orang lain di
dalam. Oleh karenanya islam mewajibkan
zakat dan (infaq, sadaqah, wakaf, dan hibah ) agar terjadi pemerataan dalam distribusi pendapatan.
Instrumen zakat adalah salah satu instrumen pemerataan yang pertama
dibandingkan dengan sistem jaminan sosial di Barat. Kerja sama merupakan
karakter dalam masyarakat ekonomi Islam, kerja sama ekonomi harus dilaksanakan
dalam semua tingkat kegiatan ekonomi, produksi, distribusi barang, maupaun
jasa.[7]
E.
Metedologi Ekonomi Islam
Dalam konsep Islam, semua sistem
kehidupan yang di dalamnya termasuk sistem ekonomi harus dibangun dengan sebuah
kebenaran. Diambil dari sumber yang benar, dikaji dan diterapkan secara benar
pula. Akidah Islam menurut seorang Muslim untuk berupaya mencari kebenaran
hakiki. Metode berpikir manusia dapat diluruskan dengan berbekal informasi yang
disampaikan dalam Al-Quran dan Sunnah.[8]
Setiap sistem ekonomi pasti didasarkan
atas ideologi yang memberikan landasan dan tujuannya di satu pihak dan
aksioma-aksioma serta prinsip-prinsipnya di lain pihak. Proses yang diikuti
dengan seperangkat aksioma dan prinsip yang dimaksudkan untuk lebih mendekatkan
tujuan sistem tersebut merupakan landasan sistem yang bisa diuji.
Setiap sistem ekonomi membuat kerangka
di mana suatu komunitas sosio-ekonomik dapat memanfaatkan sumber-sumber alam
dan manusiawi untuk kepentingan produksi dan mendistribusikan hasil-hasil
produksi ini untuk kepentingan konsumsi. Validitas sistem ekonomi dapat diuji
dengan konsistensi internalnya, kesesuaiannya dengan berbagai sistem yang
mengatur aspek-aspek kehidupan yang lainnya, dan kemungkinannya untuk
berkembang dan tumbuh.
Suatu sistem untuk mendukung ekonomi
Islam seharusnya diformulasikan berdasarkan pandangan Islam tentang kehidupan.
Berbgai aksioma dan prinsip dalam sistem seperti itu seharusnya dijelaskan agar
dapat menunjukan kemurnian dan aplikabilitasnya. Namun demikian perbedaan yang
nyata seharusnya ditarik antara sistem ekonomi Islam dan setiap tatanan yang
bersumber padanya. Dalam literature islam dalam ekonomi, sedikit perhatian
sudah diberikan kepada masalah ini, namun pembahasan yang ada tentang ekonom
Islami masih terbatas pada latar belakang hukumnya saja atau kadang-kadang
disertai dengan beberapa prinsip ekonomi dalam Islam.
Kajian mengenai prinsi-prinsip ekonomi
itu hanya sedikit menyinggung mengenai sistem ekonomi. Selain itu, suatu
pembedaan harus ditarik antara bagian dari fiqih Islam yang membahas hukum
dagang (fikih muamalah) dan ekonomi Islam. Bagian yang disebut pertama
menetapkan kerangka di bidang hukum untuk kepentingan bagian yang disebut belakangan,
sedangkan yang disebut kemudian mengkaji proses dan penanggulangan kegiatan
manusia yang berkaitan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi dalam masyarakat
Muslim.
Tidak adanya pembedaan antara fiqih
muamalah dan ekonomi Islam merupakan slah satu kesalahhan konsep dalam literatur
mengenai ekonomi Islam sehingga seringkali suatu teori ekonomi berubah menjadi
pernyataan kembali mengenai hukum Islam. Hal lain yang tidak menguntungkan
dalam pembahasan ekonomi Islam dan fiqih muamalah adalah menyebabkan
terpecah-pecahnya dan kehilangan keterkaitan menyeluruhnya dengan teori
ekonomi.
Kajian tentang sejarah pemikiran ekonomi
tentang dalam Islam seperti itu akan membantu menemukan sumber-sumber pemikiran
ekonomi Islam kontemporer di satu pihak dan pihak lain akan memberi kemungkinan
kepada kita untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai perjalanan
pemikiran ekonomi Islam selama ini. Kedua-duanya akan memperkaya ekonomi Islam
kontemporer dan membuka jangkauan lebih luas bagi konseptualisasi dan
aplikasinya.
Namun terdapat dua bahaya dalam mengkaji
tentang sejarah pemikiran ekonomi Islam, yaitu pertama, bahaya terlalu kaku dan taqlid antara teori dan aplikasinya,
di mana terlalu kaku menggunakan patokan berdasarkan aplikasi yang terdapat
pada masa terdahulu dan kurang melakukan inovasi dan pengembangan teori yang
didasarkan pada Al-Quran dan Sunnah serta kurang aplikatifnya teori berdasarkan
situasi dan kondisi yang berbeda. Kedua,
pembatasan teori dengan sejarahnya. Bahaya kedua ini muncul ketika para ahli
ekonomi Islam menganggap pengalaman historik itu mengikat bagi kurun waktu
sekarang. Hal ini tercermin dalam ketidakmampuan para ekonom Islam untuk
mengancang Al-Quran dan Sunnah itu secara langsung yang pada gilirannya
menimbulkan teori ekonomi Islam yang hanya bersifat historic dan tidak bersifat
ideologik.
Literatur Islam yang ada sekarang
mengenai ekonomi mempergunakan dua macam metode, yaitu metode deduksi dan
metode pemikiran retrospektif. Metode pertama dikembangkan oleh para ahli
ekonomi Islam dan Fuqaha. Metode pertama diaplikasikan terhadap ekonomi Islam
modern untuk menampilkan prinsip-prinsip sistem Islam dan kerangka hukumnya
dengan menunjuk kepada sumber-sumber Islam, yaitu Al-Quran dan Sunnah.
Metode kedua dipergunakan oleh banyak
penulis Muslim kontemporer yang merasakan ketekanan kemiskinan dan
keterbelakangan di dunia Islam dan berusaha mencari berbagai pemecahan teradap
persoalan-persoalan ekonomi umat muslim dengan kembali kepada Al-Quran dan
Sunnah untuk mencari dukungan atas pemecahan-pemecahan tersebut dan menguji
dengan memperhatikan petunjuk Tuhan.
Muhammad Anas Zarqa, menjelaskan bahwa
kerangka metodelogi ekonomi Islam terdiri atas, pertama, adalah precumptions and ideas, atau yang
disebut dengan ide dan prinsip dasar dari ekonomi Islam. Ide ini bersumber dari
Al-Quran, Sunnah, dan Fiqih am (maqasid). Ide ini nantinya harus dapat
diturunkan menjadi pendekatan yang ilmiah dalam membangun kerangka berpikir
dari ekonomi Islam itu sendiri. Kedua adalah
nature of value judgement, atau
pendekatan nilai dalam Islam terhadap kondisi ekonomi yang terjadi. Pendektan
ini berkaitan dengan konsep utilitas dalam Islam. Ketiga, positive part of economics science. Begian ini menjelaskan
tentang realita ekonomi dan bagaiman konsep Islam bisa diturunkan dalam kondisi
nyata dan rill. Melalui tiga pendekatan metodoologi tersebut, maka disusunlah
suatu sistem ekonomi Islam.
Perbedaan pendapat ini di Indonesia
terlihat pada perguruan tinggi yang mengajarkan ekonomi Islam. Kurikulum yang
disusun di perguruan tinggi umum maupun perguruan tinggi agama Islam. Kurikulum
yang disusun di perguruan tinggi umum lebih menitikberatkan pada metode
pemikiran restropektif, yaitu melihat pada permasalahan yang ada kemudian
dicarikan pemecahnya melalui kajian ilmu ekonomi serta diperkuat dengan
dalil-dalil baik yang terdapat pada Al-Quran, Sunnah, maupun ijtihad ulama.
Sementara perguruan tinggi agama Islam, melakukan pengkajian ekoonomi Islam
berbasis metode pemikiran deduksi, yaitu mengkaji ekonomi Islam dengan berbasis
kepada al-Quran dan Sunnah kemudian bagaimana aplikasinya terhadap aktivitas
ekonomi.
Ekonomi Islam
sebagai ilmu merupakan suatu hal yang tidak bersifat absolut kebenarannya,
sehingga harus selalu diuji baik dengan metode pemikiran deduksi maupun
metode pemikiran retrospektif. Seorang
ekonomi Islam (Islamic economicst) harus mampu membedakan antara ekonomi Islam
sebagai suatu ilmu dengan Islam sebagai suatu dien. Islam sebagai dien
memiliki kebenaran absolut, namun ekonomi Islam sebagai ilmu kebenarannya masih
bersifat relative.
KESIMPULAN
Pada pembahasan di
atas sebelumnya sudah dijelaskan apa itu definisi Ekonomi Islam menurut para
ahli. Sedangkan menurut bahasa
Ekonomi berasal dari bahasa Yunani kuno (Greek) yaitu oicos dan nomos yang
berarti rumah dan aturan (mengatur urusan rumah tangga), sedangkan menurut
istilah ekonomi berarti aturan-aturan untuk menyelenggarakan kebutuhan hidup
manusia dalam rumah tangga baik dalam rumah tangga rakyat maupun dalam rumah
tangga negara.
Manusia
merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain untuk
memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Namun kadang kala mereka tidak selalu
berhasil karena adanya hambatan yang menghadang. Hakikat ekonomi Islam
merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang
diilhami oleh nilai-nilai Islam. Sesama umat Islam harus saling membantu agar kebutuhan
masing-masing dapat terpenuhi. Kebutuhan manusia tidak terbatas dan alat pemuas
kebutuhan yang terbatas merupakan penyebab utama timbulnya masalah ekonomi yang
dialami oleh masyarakat saat ini. Hal tersebut dapat diatasi dengan perbaikan
di sektor pendidikan agar generasi penerus berikutnya dapat lebih berkualitas
dan dapat bersaing dengan negara lain.
Dalam membangun ekonomi Islam maka
tentu diperlukan sebuah rancangan bangun yang berfokus pada landasan sebagai
bagian yang paling penting. Ekonomi Islam yang baik berlandaskan aqidah
(tauhid), adil, nubuwwa, khilafah, dan ma’ad.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwanrman
A.Karim, Ekonomi Mikro Islam,IIT-Indonesia,2002
H. Idri, Hadis Ekonomi (Ekonomi dalam Prespektif Hadis
Nabi), Prenada Media Grup, Bandung, 2015.
Al
Arif M. Nur Rianto, Dasar-Dasar Ekonomi
Islam. PT Era Adicitra Intermedia, Solo, 2011.
Sholahuddin
M, Asas-Asas Ekonomi Islam. PT
Grafindo Persada, Jakarta 2007.
Departemen
Agama Indonesia, Al-Quran dan
Terjemahannya, Kementrian Agama Republik Indonesia, Jakarta, 2001.
[1] H. Idri, Hadis Ekonomi (Ekonomi dalam
Prespektif Hadis Nabi), (Bandung: Prenada Media Grup, 2015), hlm.1-2.
[2] Ibid, hlm. 4-9.
[3] http://pengusahamuslim.com/2884-pedagang-jujur-dan-1533.html, diakses pada hari selasa 20 september 2016 pukul 14.15 WIB.
[4] Ibid,hlm. 11-17.
[5] Ibid, hlm. 18-33.
[6]
Adiwanrman A.Karim, Ekonomi Mikro Islam,
(IIT-Indonesia,2002) ,hml.17.
[7] M.
Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi
Islam, (Solo: PT Era Adicitra Intermedia, 2011), hml.
[8]
Sholahuddin M, Asas-Asas Ekonomi Islam,
(Jakarta: PT Grafindo Persada, 2007), hml 11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar