Jumat, 30 Desember 2016

Jurnal Faktor-faktor Kesulitan dalam Penerapan Kurikulum 2013 di SMP Islam AL-Ma’arif Cinangka


Faktor-faktor Kesulitan dalam Penerapan Kurikulum 2013 di SMP Islam AL-Ma’arif Cinangka
Ja’far Sidik
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jl. Ir. H. Juanda No.95 Ciputat 15412 Indonesia
Abstrak :
            Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana hambatan-hambatan yang dihadapi oleh guru dalam (1)Persiapan pembelajaran dengan kurikulum 2013. (2) pelaksanaan pembelajaran dengan kurikulum 2013. (3)Evaluasi pembelajran dengan kurikulum 2013. (4) Kesiapan sarana dan prasarana pembelajarandengan kurikulum 2013. Penelitian ini adalah penelitian deskriftif kualitatif. Subjek penelitian adalah Kepala Bidang Kurikulum, Guru Mata Pelajaran IPS, dan siswa SMP Islam Al-Ma’arif. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor yang menghambat penerapan kurikulum di SMP Islam Al-Ma’arif adalah (1)Perencanaan terlalu rumit, terlalu banyak administrasi yang harus disiapkan.(2) Pelaksanaan pembelajaran terhambat karena siswa banyak yang pasif dan bosan mengadakan diskusi. (3) Evalusai terlalu banyak yang harus dinilai.(4) Sarana dan prasarana pembelajran yang kurang mendukung dan guru yang menguasai IT.
Kata kunci: Penerapan Kurikulum 2013
Abstract :
The purpose is to review research singer determine the extent of barriers-barriers faced by teachers in (1) Preparation of Learning Curriculum, 2013. (2) Implementation of Learning Curriculum, 2013. (3) Evaluation pembelajran with Curriculum 2013. (4) Readiness means and pembelajarandengan infrastructure Curriculum 2013. this study is a qualitative descriptive study. The research subject is the Head of Curriculum, Subject Teacher IPS, and students of SMP Islam Al-Maarif. The results showed that the factors that hinder the implementation of the Curriculum in SMP Islam Al-Maarif is (1) The planning is too complicated, too much administration must be prepared. (2) Learning Implementation hampered because many students are passive and bored to hold discussions. (3) Evaluation too much to be assessed. (4) Facilities and infrastructure are less supportive learning and teacher Mastering IT.
Keyword: The implementation of Curriculum 2013
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk mengetahui kemajuan sebuah negara. Pendidikan secara bahasa berasal dari kata “pedagogi” yaitu “paid” yang artinya anak, serta “agogos” yang artinya menuntun, jadi pedagogi yaitu pengetahuan dalam menuntun anak. Sedang secara istilah pengertian pendidikan adalah satu sistem pengubahan sikap serta perilaku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia atau peserta didik lewatusaha pengajaran. Menurut KBBI, kata pendidikan datang dari kata “didik” dengan memperoleh imbuhan “pe” dan akhiran “an” yang artinya langkah, sistem atau perbuatan mendidik, yakni suatu sistem evaluasi untuk tiap-tiap individu untuk meraih pengetahuan serta pemahaman yang lebih tinggi tentang objek spesifik serta khusus. Pengetahuan yang di dapat secara resmi itu menyebabkan pada tiap-tiap individu yakni mempunyai pola fikir, tingkah laku serta akhlak yang sesuai dengan pendidikan yang diperolehnya. Menurut Undang-undang SISDIKNAS no. 20 tahun 2003, pendidikan adalah suatu usaha yang dikerjakan secara sadar serta terencana untuk mewujudkan keadaan serta sistem evaluasi supaya peserta didik secara aktif dapat meningkatkan potensi yang ada di dalam dirinya untuk mempunyai kemampuan spiritual keagamaan, kepribadian yang baik, pengendalian diri, berakhlak mulia, kecerdasan serta keterampilan yang dibutuhkan oleh dirinya serta masyarakat. Dari beberapa pengertian itu bisa diambil kesimpulan jika pendidikan adalah tuntunan yang di dapatkan pada anak dalam masa perkembangan serta perubahannya untuk meraih tingkat kedewasaan serta bertujuan untuk memberi ilmu dan pengetahuan, membentuk karakter diri, serta mengarahkan anak jadi pribadi yang baik.
            Di Indonesia, peraturan mengenai sistem pendidikan nasional diatur dalam UU No. 20 tahun 2003. Dalam undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3, “tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Melihat pentingnya peran pendidikan, pemerintah menetapkan sebuah kebijakan tentang sebuah sistem yang mengatur pendidikan atau lebih dikenal dengan kurikulum. Di Indonesia sudah terjadi beberapa kali pergantian kurikulum karena dianggap sebagai penyesuaian pendidikan dan kebutuhan masyarakat. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Berkaitan dengan prubahan kurikulum, dalam perjalanan dunia pendidiakn Indonesia telah menerapkan tujuh kurikulum yaitu kurikulum 1968, 1975, 1984, 1994, kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, dan terakhir kuriulum 2013 yang lebih menekankan pada pendidikan karakter. Berbagai pihak menganalisis dan melihat perlunya diterapkan kurikulum berbasis kompetensi sekaligus berkarakter yang dapat membekali pesert didik dengan sikap dan kemampuan yang sesuai dengan tuntutan teknologi yang akan menjawab tantangan arus globalisasi.
Kurikulum KTSP digunakan dari tahun 2006, kurikulum ini merupakan penjelmaan penetaan kembali dari kurikulum berbasis kompetensi yang dinyatakan batal dilaksanakan pada tahun 2004. Dalam KTSP lebih berdasar pada berbasis kompetensi dan hanya terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar sedangkan kompetensi lain dikembangkan oleh guru-guru. Dalam KTSP guru dituntut lebih aktif dan kreatif dalam mengembangkan materi. Hal ini mengakibatkan dalam pengembangan KTSP tidak terlalu banyak mengalami hambatan. Salah satunya adalah kelengkapan sarana dan pra sarana yang digunakan dalam pembelajaran merupakan hal yang sangat utama dalam menciptakan kondisi belajar yang efektif. Kurikulum KTSP dijalankan selama tujuh tahun. Namun menurut pengelola kurikulum pusat mengatakan bahwa perlu adanya perubahan dalam sistem pendidikan Indonesia karena melihat dan mengingat mutu pendidikan Indonesia masih sangat rendah dan harus diperbaiki secara intensif. Sehingga dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka sistem pendidikan di indonesia digantikan denga sistem yang baru yaitu kurikulum 2013. Adanya kurikulum 2013 menuntut keaktifan pada siswa dan guru hanyalah sebatas fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu berbagai metode dan pendekatan yang dilakukan oleh guru agar dalam metode pembelajaran menjadi efektif sesuai dengan tujuan yang di harapkan.
 Tetapi kenyataannya kurikulum 2013 tidak berjalan sesuai yang diinginkan bersama. Banyak kekurangan-kekurangan yang di hadapi sekolah yang telah menerapkan kurikulum 2013, salah satunya adalah tidak tersedianya perangkat pemnbelajaran yang seharusnya telah efektif sebelum dijalankan kurikulum 2013. Ini dapat diidentifikasikan bahwa tidak ada kesiapandalam penerapan kurikulum ini yang mengakibatkan kewalahan pada guru-guru pengajar mata pelajaran. Dan siswa yang menjadi objek pelaksanaan kurikulum ini menjadi tidak efektif ketika diberikan tugas. Ketiak efektifan ini terjadi karena siswa-siswa ini menganggap bahwa terlalu banyak tugas yang diberikan. Hal ini sangat berbeda dengan kurikulum sebelumnya yaitu KTSP.
Kenyataannya kurikulum ini tidak berjalan sesuai yang diinginkan. Dan telah mengalami berbagai macam hambatan dan kesulitaan dalam penerapannya. Oleh sebab itu perlunya identifikasi yang konkret dalam melihat permasalahan yang timbul akibat dari penerapan kurikulum yang baru ini. Oleh karena itu, dengan berdasar pada latar belakang diatas maka peneliti memfokuskan pada faktor-faktor kesulitan dalam penerapan kurikulum 2013.
Kajian teori
Komponen Pendidikan
Komponen pendidikan adalah sebuah sistem. Sebagai sebuah sistem, pendidikan terdiri dari beberapa komponen, yaitu tujuan, pendidik, peserta didik, alat, dan lingkungan. Tujuan pendidikan memiliki beberapa tingkatan mulai dari tujuan umum, tujuan khusus, tujuan tidak lengkap, tujuan sementara, tujuan intermediate, dan tujuan insendate(Mulyasana,2011). Peserta didik adalah anggota masyarakat laki-laki dan perempuan yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Dasar hakiki diperlukannya pendidikan bagi peserta didik adalah karena manusia adalah makhluk susila yang dapat dibina dan diarahkan untuk mencapai derajat kesusilaan.peserta didik menurut sifatnya dapat dididik, karena mereka mempunyai bakat dan disposisi-disposisi yang memungkinkan untuk diberi pendidikan, diantaranya sebagai berikut:
  • Tubuh anak sebagai peserta didik selalu berjenbang, sehingga semakin lama semakin dapat menjadi alat untuk menyatakan kepribadiannya.
  • Anak dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya. Keadaan ini menyebabkan dia terikat kepada pertolongan orang dewasa yang bertanggung jawab.
  • Anak membutuhkanb pertolongan, perlindungan, serta pendidikan.
  • Anak mempunyai daya eksplorasi. Anak mempunyai kekuatan untuk menemukan hal-hal yang baru di dalam lingkungannya dan menuntut kepada pendidik untuk diberi kesempatan.
  • Anak mempunyai dorongan untuk mencapai emansipasi dengan orang lain.
Seorang pendidik memiliki kepentingan untuk mengetahui usia perkembangan setiap peserta didik, sebab perkembangan antara satu peserta didik dengan lainnya itu berbeda, dan itu bergantung pada kondisi fisik dan lingkungan yang mempengaruhinya.
Pendidik adalah orang laki-laki dan perempuan yang dengan sengaja memengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi. Dengan kata lain, pendidik adalah orang yang lebih dewasa yang mampu membawa peserta didik kearah kedewasaan (Suwarno, 2000). Menurut undang-undang no. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, “pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan  melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Alat pendidikan adalah hal yang tidak saja membuat kondisi yang tidak memungkinkan terlaksananya pekerjaan mendidik, tetapi juga sebagai langkah atau situasi yang membantu pencapaian tujuan pendidikan. Abu Ahmadi dalam Suwarno (2000) membedakan pendidikan kedalam tiga kategori yaitu alat pendidikan positif dan negatif, alat pendidikan prefentif dan korektif, dan alat pendidikan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan.
Lingkungan pendidikan adalah lingkungan yang mencakup terjadinya proses pendidikan. Diantaranya adalah lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Kurikulum 2013
Menurut undang-undang no. 20 tahun 2003, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Proses perencanaan kurikulum menurut Sanjaya dalam jurnal Retnaningsih(2012:9) proses perencanaan kurikulum memiliki ketentuan yaitu:
1.      Perencanaan kurikulum biasanya menggunakan ahli bidang study. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor sosial dan faktor pendidikan, ahli tersebut menentukan mata pelajaran apa saja yang harus diajarkan pada siswa
2.      Dalam menentukan dan menyeleksi kurikulum perlu dipertimbangkan beberapa hal seperti:
a.       Tingkat kesulitan
b.      Minat siswa
c.       Urutan bahan pelajaran
d.      Dan lain sebagainya
3.      Perencanaan dan implementasi kurikulum ditekankan pada penggunaan metode dan strategi pembelajaran yang memungkinkan anak didik dapat menguasai materi pembelajaran.
Putra(2011:4-14) menjelaskan setelah indonesia merdeka dalam pendidikan dikenal beberapa masa pemberlakuan kurikulum yaitu:
1.      Kurikulum sederhana (1947-1964)
2.      Pembaharuan kurikulum (1968 dan1975)
3.      Kurikulum berbasis keterampilan proses (1984 dan 1994)
4.      Kurikulum berbasis kompetensi (2004 dan 2006)
5.      Kurikulum 2013 (2013 dst)
Kurikulum 2013 menurut Atsnan (2013:1) menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah sebagai katalisator utamanya atau perangakat apapun itu namanya.npendekatan ilmiah (scientific approach) diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah.
Ada tujuh kriteria dalam pendekatan scientific menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dalam Atsnan (2013:1-2):
1.      Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang apat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, legenda atau dongeng semata.
2.      Penjelasan guru, respon siswa dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang sera merta, pemikiran subjektif atau penalaran yang menyimpang dari alur berfikir logis
3.      Mendorong dan menginspirasi siswa agar mampu berpikir secara kritis, analitis dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
4.      Mendorong dan menginspirasi siswa agar mampu berfikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan dan tautan sama lain dari materi pembelajaran.
5.      Mendorong dan menginspirasi siswa dalam memahami, menerapkan dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.
6.      Berbasis pada konsep teori dan fakta emphiris yang dapat di pertanggung jawabkan.
7.      Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas tetapi menarik sistem penyajiannya.
METODOLOGI PENELITIAN
Berdasarkan metodenya penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif. Data kualitatif adalah data yang di tuangkan dalam kata-kata dan biasanya dibuat dalam bentuk catatan lapangan yang diperoleh dari  partisipatoris. Data kualitatif ini diperoleh dari dokumen, wawancara dan observasi yang biasanya dituangkan dalam catatan lapangan. Pada penelitian ini telah dilakukan seleksi data, memfokuskan data pada permasalahan yang dikaji yakni mengenai Faktor-faktor Kesulitan dalam Penerapan Kurikulum 2013 di SMP Islam AL-Ma’arif Cinangka. Penelitian ini dilakukan pada bulan desember 2016 dengan subjek wawancara yaitu kepala bidang kurikulum SMP Islam AL-Maarif Cinangka, Guru IPS SMP Islam Al-Maarif Cinangka serta Siswa SMP Islam Al-Maarif Cinangka.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penerapan Kurikulum 2013 Di Smp Islam Al-Maarif
Berdasarkan wawancara yang dilakukan, Kepala Bidang Kurikulum menjelaskan bahwa di SMP Islam Al-Ma’arif Kurikulum 2013 sudah digunakan sejak tahun 2014, namun karena kebijakan pemerintah yang tidak konsisten dan merubah lagi kurikulum menjadi KTSP, maka SMP Islam Al-Ma’arif mengubah kembali menjadi KTSP. Satu tahun kemudian Dinas Pendidikan kota Depok, menunjuk SMP Islam Al-Ma’arif menjadi salah satu dari 45 sekolah percobaan untuk menerapkan kurikulum 2013 di Kota Depok. Sehingga saat ini SMP Islam Al-Ma’arif menggunakan kurikulum 2013 namun tidak semua kelas menggunakan kurikulum 2013, hanya kelas 7 saja yang menggunakan kurikulum 2013. Hal ini dilakukan karena sekolah ingin menerapkan kurikulum secara bertahap agar tujuan dan esensi kurikulum dapat tercapai secara maksimal, serta tidak adanya kebingungan diantara kelas 8 dan 9 mengenai kurikulum, karena dari kelas 7 mereka menggunakan kurikulum KTSP meskipun pernah merasakan kurikulum 2013 meski hanya sebentar.
Menurut I. Wayan (2013) tujuan kurikulum 2013 adalah untuk mempersiapkan manusia indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara , dan beradaban dunia. Dari penjelasan tersebut SMP Islam Al-Ma’arif menerapkan kurikulum hanya pada kelas 7 karena ingin menanamkan nilai kurikulum 2013 dari awal dan untuk menghindari kebingungan siswa yang tadinya menggunakan KTSP sehingga tujuan kurikulum tersebut bisa tercapai sehingga tercetaklah siswa sebagai produk dari kurikulum 2013.
Dalam proses peralihan dari KTSP menuju kurikulum 2013 tidak hanya siswa yang merasakan dampak dari perubahan tersebut, guru-guru juga merasakan dampak perubahan kurikulum dan harus menyesuaikan dengan kurikulum 2013. Misalnya dalam hal pengajaran dikelas dan dalam proses penilaian harus disesuaikan dengan metode di kurikulum 2013. Artinya, proses perubahan kurikulum di SMP Islam Al-Ma’arif tidak bisa secara instan berubah total, butuh waktu dan proses untuk siswa dan guru untuk menyesuaikan dengan kurikulum yang baru.
Faktor-faktor Kesulitan dalam Penerapan Kurikulum 2013
Faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam kurikulum 2013 di SMP Islam Al-Ma’arif cinangka antara lain:
  1. Faktor penghambat kesiapan belajar
Hasil penelitian di SMP Islam Al-Ma’arif menunjukan bahwa guru merasa kesulitan dalam mempersiapkan pembelajaran akibat perencanaan penilaian yang terlalu rumit dan terlalu banyak administrasi yang harus di siapkan jika dibandingkan dengan KTSP guru lebih nyaman dengan KTSP karena tidak serumit kurikulum 2013 dalam persiapannya. Seperti kurangnya pemahaman guru tentang silabus, RPP, dan lain sebagainya. Guru mau tidak mau harus menggunakan peraturan dari pemerintah terkait persiapan tersebut meskipun guru kurang maksimal dalam pelaksanaannya. Faktor penghambat kesiapan belajar selanjutnya bagi guru adalah kesulitan mengatur dan mengkondisikan siswa, karena dalam kurikulum 2013 siswa dituntut untuk lebih aktif dan guru hanya menjadi fasilitator (student center). Guru yang kurang kompeten kesulitan dalam memberikan stimulant bagi siswa untuk aktif di dalam kelas. Untuk mengatasi hambatan tersebut, pemerintah sudah berusaha memberikan pelatihan kepada guru agar guru-guru memiliki kompentensi yang sesuai untuk mencapai tujuan dari kurikulum 2013. Selain itu ada kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang diadakan oleh Dinas Pendidikan kota Depok sebagai wadah musyawarah dan sharing bagi para guru mata pelajaran untuk berbagi pengalaman dalam mengajar siswa dikelas.
  1. Faktor penghambat pelaksanaan belajar
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, faktor yang menghambat pelaksanaan pembelajaran di SMP Islam Al-Ma’arif adalah siswa pasif dalam pembelajaran meskipun sudah diberikan stimulus oleh guru. Selain itu, siswa juga tidak begitu tertarik dengan pelaksaan belajar diskusi. Siswa di SMP Islam Al-Ma’arif lebih senang dengan pelaksanaan belajar dengan metode ceramah. Hal tersebut disebabkan karena siswa belum memiliki motivasi belajar dan kemampuannya masih terbatas. Guru yang kurang bisa mengkondisikan siswa diakibatkan karena kurangnya penguasaan materi, IT, dan tidak mahir dalam public speaking. Sehingga, guru dituntut untuk memiliki kompetensi agar peserta didik tertarik untuk berdiskusi bahkan guru harus mempersiapkan metode dan strategi lain yang berbeda dan unik. Dengan begitu, siswa diharapkan menjadi aktif dan semangat dalam menjalankan kegiatan belajar. Siswa juga mengeluhakan banyaknya tugas atau PR yang diberikan oleh guru, hal tersebut terjadi karena siswa dituntut lebih banyak latihan agar dapat menguasai materi dan dilatih untuk belajar mandiri agar tidak bergantung pada guru.
  1. Faktor penghambat evaluasi belajar
Berdasarkan penelitian, yang faktor-faktor penghambat evaluasi belajar di SMP Islam Al-Ma’arif yaitu (1) terlalu banyak penilaian yang harus dibuat dan dipersiapkan oleh guru, (2) jumlah siswa terlalu banyak sehingga alokasi waktu untuk melakukan penilaian tidak cukup atau sulit dilakukan. (3) SDM guru yang kurang mumpuni dan kurang menguasai teknologi. (4) jumlah tenaga pengajar dan staff tata usaha yang kurang. Dari beberapa faktor penghambat diatas sekolah seharusnya menambah staf dan pengajar yang lebih kompeten atau mengadakan pelatihan terhadap guru dan staf yang ada.
  1. Faktor penghambat kesiapan sarana dan prasarana
Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa faktor penghambat kesiapan sarana dan prasarana di SMP Islam Al-Ma’arif yaitu, di sekolah belum tersedia belum semua kelas terpasang infokus atau proyektor, tidak tersedianya jaringan internet maupun WIFI di sekolah untuk mencari sumber data yang lebih luas melalui internet, sarana olahraga di sekolah tidak lengkap. Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan sarana dan prasarana sekolah sebelum menetapkan kebijakan, karena tidak semua sekolah memiliki sarana dan prasarana yang mendukung untuk menerapkan kurikulum 2013. Pemerintah harus memberikan bantuan untuk mendukung sarana dan prasarana sekolah demi tercapainya tujuan kurikulum 2013 yang ditetapkan.

Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Perencanaan penilaian terlalu rumit dan menyita banyak waktu.
2.      Terlalu banyak administrasi yang harus disiapkan.
3.      Kesulitan dalam merencanakan cara untuk mengaktifkan siswa dan memberikan stimulant yang cocok.
4.      Banyak siswa yang pasif dan bosan dengan diskusi.
5.      Penilaian yang terlalu detail dengan jumlah siswa yang banyak tidak efektif dan efisien.
6.      Sarana dan prasarana pendukung belom lengkap.
7.      Guru kurang memiliki kemampuan menggunakan IT.
8.      Kurangnya sarana dan media pembelajaran.
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas maka perlu ditemukan beberapa saran yaitu:
1.      Untuk kepala sekolah:
Kepala sekolah harus meningkatkan kualitas guru melalui kegiatan pelatihan baik dalam pelaksanaan belajar maupun evaluasi juga perlu adanya peningkatan motivasi agar guru semangat dan optimal dalam mengajar.
2.      Untuk guru:
Perlu ada motivasi tinggi untuk meningkatkan kualitasnya, perlu ada perbaikan metode pembelajaran sehingga lebih di minati oleh siswa. Guru juga harus menguasai IPTEK agar tidak tergerus oleh arus globalisasi.

3.      Untuk pemerintah
Perlu adanya pengawasan dari pemerintah kepada sekolah-sekolah dalam pelaksanaan kurikulum 2013. Pemerintah juga harusnya memberikan bantuan yang mendukung segala yang dibutuhkan oleh sekolah untuk memaksimalkan penerapan kurikulum 2013.


Daftar Pustaka
Atsnan,M.F & Ghazali R.Y.(2013). Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pebelajaran Matematika SMP Kelas 7 Materi Bilangan Pecahan.Pasca Sarjana UNY. Yogyakarta
Dedi Mulyasana. 2011. Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Muhammad, Suwarno. 2000. Manajemen Strategik Konsep dan Kasus. Jogjakarta : UPP AMP.
Nuruzzaman, Muhammad. 2015. Faktor-faktor yang Menghambat Implementasi Kurikulum 2013. UNY. Yogyakarta
Putra, Sang N.M. 2011. Perjalanan Kurikulum di Indonesia. FKIP. Universitas Maharaswati. Bali.
\Retnaningsih, Hartini. 2012.Maslah KurikulumBaru 2013. P3DI. Sekjen DPR RI Jakarta.
Wayan. 2013. Kurikulum 2013 Perangkat Pembelajaran SMP/MTs. Jakarta: CV Az-Zahra